Pengukuran Antropometri untuk Obesitas
Terdapat berbagai pengukuran antropometri untuk mengetahui obesitas. Diantaranya IMT, LP, RLPP, dll. Mari kita simak pada artikel ini =)
Pengukuran Antropometri
Antropometri adalah pengukuran berbagadimensi tubuh dan komposisi dasar tubuh manusia pada tingkat umur dan gizi yang berbeda.1 Pengukuran antropometri yang paling umum digunakan untuk mengetahui adanya overweight dan obesitas adalah menggunakan Indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang (LiPi) dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP). Namun ada berbagai pengukuran antropometri lain untuk penentu obesitas.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
merupakan indikator pengukuran antropometri yang banyak digunakan untuk menilai status gizi (obesitas). Indikator antropometri ini menggambarkan dan berkorelasi dengan masa lemak. Walaupun demikian, IMT tidak dapat membedakan lean mass dan massa lemak serta tidak dapat membedakan lemak subkutan maupun lemak viseral.2
IMT = Berat badan (kg) / tinggi badan (m2)
World Health Organization (WHO) memberikan panduan terkait penentuan status gizi berdasarkan IMT. IMT 18,5-24,9 kg/m2 tergolong normal, 25-29,9 kg/m2 tergolong overweight dan >30 kg/m2 tergolong obesitas. Masyarakat menyikapi dengan menganggap bahwa IMT normal < 25 kg/m2 . Dampak dari pemikiran tersebut adalah meningkatnya prevalensi diabetes melitus dan mortalitas pada kategori IMT normal yang dikaitkan dengan distribusi lemak terutama lemak viseral, berkaitan erat dengan peningkatan risiko diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular yang tidak dapat dinilai dengan menggunakan IMT saja. Individu dengan masa otot tinggi akan mengalami overestimasi IMT tapi sebenarnya memiliki massa lemak yang rendah.3
Lingkar Pinggang (LiPi)
merupakan indikator antropometri yang berhubungan dengan lemak viseral dan subkutan. LiPi merupakan alat ukur lemak abdominal yang mudah dan berhubungan dengan risiko penyakit kardiometabolik. LiPi memiliki hubungan paling kuat dengan risiko kesehatan dibandingkan dengan IMT dan persen lemak.3 Seseorang dikatakan obesitas abdominal jika nilai lingkar pinggang pada laki-laki >90 cm dan pada perempuan >80 cm. LiPi merupakan prediktor terbaik untuk faktor risiko penyakit kardiovaskuler pada wanita.4
Pengukuran lingkar pinggang menggunakan metline. Pedoman pengukuran lingkar pinggang menurut standar WHO yaitu subjek harus berdiri tegak, kedua tangan di samping. Pengukuran dilakukan saat pada akhir tahap ekspirasi normal, di perkiraan titik tengah antara tulang rusuk paling bawah yang teraba dan puncak pelvis. Pengukuran harus dilakukan dua kali, apabila perbedaan dari dua pengukuran tersebut lebih dari 1 cm maka pengukuran tersebut harus diulang.3
Pengukuran lingkar pinggang dapat dipengaruhi oleh adanya kegiatan bernafas, kepenuhan perut, kondisi kesehatan dan waktu pengukuran.
Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP)
merupakan alat ukur antropometri yang mudah untuk menentukan distribusi lemak tubuh. RLPP tetap tidak mampu membedakan lemak viseral dan subkutan sehingga cara ukur ini tidak tepat untuk mengestimasikan lemak viseral saja. Rasio yang tinggi berkaitan dengan peningkatan risiko diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular karena RLPP mengukur simpanan intra-abdominal fat. RLPP lebih akurat untuk digunakan untuk mendiagnosis pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular dibandingkan LiPi dan IMT.3
RLPP merupakan hasil bagi antara LiPi dan lingkar panggul. Pengukuran LiPi untuk menentukan lingkar pinggang sama seperti protokol pengukuran LiPi WHO, sedangkan untuk mengukur lingkar panggul, subjek harus berdiri tegak, kedua tangan di samping. Pengukuran lingkar panggul dilakukan pada bagian terlebar dari pantat.Seseorang tergolong obesitas abdominal dan berisiko terhadap berbagai penyakit kardiovaskuler berdasarkan RLPP pada orang Asia jika nilainya >1 untuk laki-laki dan >0,85 untuk perempuan.1
RLPP memiliki banyak keuntungan, namun dibandingkan dengan LiPi, RLPP kurang reliabel. RLPP juga kurang peka terhadap perubahan berat badan. RLPP juga tidak berhubungan dengan lemak abdominal pada perempuan.
Lingkar Leher
Pengukuran lingkar leher dilakukan menggunakan metline, di atas bidang datar dengan kepala menghadap lurus ke depan. Lingkar leher diukur di atas laryngeal prominence (adam’s apple) atau jakun untuk laki-laki dan pada tengah tulang rawan tiroid untuk wanita. Penelitian pada mahasiswa di Bosnia menyebutkan lingkar leher ≥37,45 cm untuk laki-laki dan ≥32,75 cm untuk perempuan merupakan cut off point yang tepat untuk mengidentifikasi individu obesitas.5 Penelitian pada mahasiswa usia 18-20 tahun di Pakistan menyebutkan cut off point untuk lingkar leher sebesar ≥ 35,5 cm pada laki-laki dan ≥ 32 cm pada perempuan.6
Berdasarkan validasi yang dilakukan pada subjek yang berbeda, lingkar leher sebagai penentu pengukuran obesitas memiliki sensitivitas 93%, spesifitas 90%, akurasi 91% untuk laki-laki dan sensitivitas 93%, spesifitas 98%, akurasi 97% untuk perempuan. Lingkar leher dikaitkan dengan obesitas karena pada penderita obesitas terjadi penumpukan lemak subkutan di daerah leher sehingga membuat lingkar leher menjadi lebih besar. Penumpukan lemak di daerah leher dapat menggambarkan keadaan jaringan subkutan tubuh bagian atas, selain itu merupakan jaringan yang memiliki aktivitas lipolisis yang tinggi.7
Rasio Lingkar Pinggang Tinggi Badan (RLTB)
RLTB menanggapi masalah bahwa ambang batas LiPi berbeda pada tiap ras, gender, dan bahkan tiap asal negara karena ada perbedaan tinggi badan dan distribusi lemak. RLTB mempertimbangkan bahwa pada subjek dengan tinggi badan yang lebih rendah, maka akan memiliki lemak abdominal lebih tinggi dibanding dengan subjek yang lebih tinggi.8
RLTB = Lingkar pinggang (cm) / Tinggi badan (m2)
Penyesuaian variasi tinggi badan membuat RLTB menjadi indikator yang ambang batasnya dapat digunakan secara universal. Pada penelitian di orang dewasa Taiwan diketahui bahwa RLTB >0,5 merupakan indikator yang mudah dan efektif sebagai indikator untuk pengukuran obesitas sentral dan berhubungan dengan risiko kardio metabolik bahkan pada individu yang dikategorikan sehat berdasarkan IMT dan LiPi.9
Sagital Abdominal Diameter (SAD)
merupakan indikator antropometri yang kuat dari lemak viseral abdominal, prediktor visceral adipose tissue (VAT) yang bahkan lebih baik dibandingkan LiPi. SAD merupakan pengukuran yang sederhana yang dikembangkan berdasarkan fakta bahwa pada posisi terlentang pada arah sagittal, lemak viseral tetap mempertahankan tinggi dari abdomen, sedangkan lemak subkutan mengurangi tinggi dari abdomen karena tekanan gravitasi, indikator yang berhubungan sangat baik dibandingkan dengan IMT.10
Diameter sagital abdominal diukur dengan menggunakan kaliper abdominal. Partisipan dalam posisi berbaring terlentang pada tempat yang datar. Pengukuran dilakukan pada diameter terlebar supine anterior posterior diantara tulang prosesus xyphoid dan umbilicus. Subjek diminta untuk menarik nafas dan membuang nafas dengan perlahan, kemudian kaliper dibawa hingga menyentuh dinding abdominal tanpa tekanan. Salah satu lengan kaliper berada di bawah partisipan dan lengan yang lain diletakan di atas abdomen. Cut off yang digunakan adalah >20,1 untuk perempuan dan 23,1 untuk laki-laki yang mengindikasikan adanya risiko penyakit kardiovaskuler.10
Referensi
- 1.Iqbal M, Puspaningtyas D. Penilaian Status Gizi ABCD. Salemba Medika; 2018.
- 2.Vatier C, Poitou C, Clément K. Evaluation of Visceral Fat in Massive Obesity. In: Nutrition in the Prevention and Treatment of Abdominal Obesity. Elsevier; 2014:67-77. doi:10.1016/b978-0-12-407869-7.00006-4
- 3.Ness-Abramof R, Apovian CM. Waist Circumference Measurement in Clinical Practice. Nutr Clin Pract. Published online August 2008:397-404. doi:10.1177/0884533608321700
- 4.Ho S, Chen Y, Woo J, Leung S, Lam T, Janus E. Association between simple anthropometric indices and cardiovascular risk factors. Int J Obes. Published online November 2001:1689-1697. doi:10.1038/sj.ijo.0801784
- 5.Zaciragic A, Elezovic M, Babic N, Avdagic N, Dervisevic A, Huskic J. Neck circumference as an indicator of central obesity in healthy young Bosnian Adults: Cross-sectional study. Int J Prev Med. Published online 2018:42. doi:10.4103/ijpvm.ijpvm_484_17
- 6.Qureshi N, Hossain T, Hassan M, et al. Neck circumference as a marker of overweight and obesity and cutoff values for Bangladeshi adults. Indian J Endocr Metab. Published online 2017:803. doi:10.4103/ijem.ijem_196_17
- 7.Hingorjo M, Zehra S, Imran E, Qureshi M. Neck circumference: A supplemental tool for the diagnosis of metabolic syndrome. J Pak Med Assoc. 2016;66(10):1221-1226. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27686293
- 8.Schneider HJ, Klotsche J, Silber S, Stalla GK, Wittchen H-U. Measuring Abdominal Obesity: Effects of Height on Distribution of Cardiometabolic Risk Factors Risk Using Waist Circumference and Waist-to-Height Ratio. Diabetes Care. Published online December 29, 2010:e7-e7. doi:10.2337/dc10-1794
- 9.Li W-C, Chen I-C, Chang Y-C, Loke S-S, Wang S-H, Hsiao K-Y. Waist-to-height ratio, waist circumference, and body mass index as indices of cardiometabolic risk among 36,642 Taiwanese adults. Eur J Nutr. Published online December 11, 2011:57-65. doi:10.1007/s00394-011-0286-0
- 10.de Souza NC, de Oliveira EP. Sagittal abdominal diameter shows better correlation with cardiovascular risk factors than waist circumference and BMI. J Diabetes Metab Disord. Published online July 15, 2013. doi:10.1186/2251-6581-12-41