Kesehatan dan Gizi lainnya

Kompleksitas Diet: Makanan Apa yang Benar-Benar Berdampak untuk Kesehatan?

Berapa kali kamu mendengar kalimat, “Yang penting defisit kalori, pasti turun berat badan”? Pada kenyataannya, pola makan manusia jauh lebih kompleks dari sekadar hitungan angka. Apa yang kita makan, kapan, di mana, bahkan bersama siapa, semuanya memengaruhi cara tubuh memproses makanan.

Inilah yang disebut sebagai kompleksitas diet, konsep yang menyoroti bahwa zat gizi bukan cuma tentang apa yang kita konsumsi, tapi juga mengapa dan bagaimana kita melakukannya.

Apa Itu Kompleksitas Diet?

Istilah kompleksitas diet diperkenalkan untuk menggambarkan bahwa perilaku makan manusia dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti biologis, psikologis, sosial, hingga lingkungan. Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Nita G. Forouhi dalam Diabetologia (2023), kompleksitas diet mencakup hubungan antara kualitas makanan, konteks sosial, faktor ekonomi, kebijakan pangan, hingga budaya makan yang membentuk pilihan seseorang terhadap makanan.1 Visualisasi dari kerangka tersebut bisa dilihat sebagai berikut:

kompleksitas diet dan faktor yang memengaruhi kesehatan tubuh
Sumber: Freepik

Selain itu, setiap orang memiliki profil metabolisme yang unik, yang menentukan bagaimana tubuh mereka memproses zat gizi. Hal ini membuat pendekatan diet yang bersifat dipersonalisasi menjadi penting, karena tidak semua pola makan cocok untuk setiap individu.2

Baca Juga: Chrononutrition: Hubungan Waktu Makan dengan Metabolisme Tubuh

Lebih lanjut, interaksi antara berbagai zat gizi dalam makanan juga dapat menimbulkan efek yang tidak selalu linear terhadap kesehatan. Artinya, kelebihan atau kekurangan satu zat gizi bisa memengaruhi cara zat gizi lain bekerja di dalam tubuh. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa asupan zat gizi optimal sering kali berada pada tingkat menengah, bukan ekstrem.3 Ini menegaskan perlunya keseimbangan dan pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu.

Artinya, tidak ada satu pola makan yang bisa disebut “terbaik untuk semua orang”. Yang cocok untuk satu individu, belum tentu efektif bagi orang lain.

Jenis-Jenis Diet Populer di Dunia dan Cara Pandang yang Lebih Utuh

Ada banyak jenis diet yang beredar di dunia, mulai dari diet rendah karbohidrat (low-carb), diet rendah lemak (low-fat), pola makan Mediterania, hingga intermittent fasting. Namun, kalau kita hanya menilai dari sisi “mana yang paling cepat menurunkan berat badan”, kita sedang melewatkan konteks penting dari kompleksitas diet itu sendiri.

Setiap pola makan memiliki pendekatan dan tujuan yang berbeda, bergantung pada kebutuhan, kebiasaan, dan kondisi tubuh masing-masing individu. Oleh karena itu, penting memahami karakteristik dan prinsip utama dari tiap jenis diet, bukan sekadar meniru tren yang sedang populer. Berikut beberapa contoh pola makan yang paling sering dibahas dalam dunia gizi:

  • Diet Mediterania: berfokus pada bahan alami seperti sayuran, buah, biji-bijian, minyak zaitun, serta asupan ikan dalam jumlah moderat. Pola makan ini terbukti dapat menurunkan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan beberapa jenis kanker.4,5,6 Meski begitu, tingkat kepatuhan terhadap diet ini bisa menurun akibat gaya hidup modern dan pengaruh pola makan ala Barat.4,7
  • Diet rendah karbohidrat (Low-carb/Keto): menekankan pengurangan asupan karbohidrat dan peningkatan konsumsi lemak. Pola ini dapat membantu menurunkan berat badan dalam jangka pendek serta memperbaiki beberapa penanda metabolik, tetapi sering kali sulit dipertahankan dalam jangka panjang.7
  • Diet berbasis nabati (Plant-based/Vegan): kaya akan serat, antioksidan, dan fitonutrien yang berperan penting dalam meningkatkan kesehatan secara keseluruhan. Namun, pola makan ini memerlukan perencanaan yang cermat agar asupan protein dan zat besi tetap tercukupi.7
  • Intermittent fasting (puasa berselang): berfokus pada pengaturan waktu makan, bukan pada jenis makanan tertentu. Pola ini dapat membantu meningkatkan metabolisme dan mendukung pengelolaan berat badan, meskipun bisa menjadi tantangan bagi individu dengan gaya hidup yang sibuk.7

Baca Juga: Diet Intermittent Fasting (IF), Apakah Aman?

Perlu diingat bahwa, yang membedakan keberhasilan diet bukan hanya jenisnya, tapi tingkat kepatuhan dan keberlanjutan jangka panjangnya.

Mengapa Tidak Ada “Satu Diet untuk Semua”?

Jenis-jenis diet di dunia
Sumber: Freepik

Tubuh manusia unik. Faktor genetik, lingkungan, hormon, hingga gaya hidup menentukan cara tubuh merespons makanan.
Selain itu, faktor eksternal seperti harga bahan pangan, ketersediaan makanan sehat, hingga tekanan sosial juga memengaruhi pilihan diet seseorang.

Forouhi (2023) menekankan bahwa diet harus dilihat secara holistik, mencakup:

  • Kualitas makanan (bukan sekadar jumlah kalori)
  • Pola makan keseluruhan, bukan satu komponen tunggal
  • Konteks sosial dan budaya, karena makanan adalah bagian dari identitas
  • Keberlanjutan lingkungan, karena pola makan kita juga berdampak pada bumi1

Dengan memahami aspek-aspek tersebut, kita bisa melihat bahwa tidak ada satu pola makan yang cocok untuk semua orang. Setiap jenis diet memiliki nilai dan tantangannya masing-masing, tergantung pada kebutuhan, kebiasaan, serta konteks kehidupan seseorang.

Kesehatan Tubuh Bergantung pada Keseimbangan, Bukan Tren

Tren diet akan datang dan pergi, tapi prinsip dasarnya tetap sama, yakni tubuh membutuhkan keseimbangan energi dan gizi yang tepat. Pola makan yang sehat tidak selalu berarti mengikuti tren terbaru, tapi menemukan ritme makan yang selaras dengan kebutuhan tubuh dan kehidupan sehari-hari.

Daripada mencari diet paling cepat, lebih baik mulai dari kebiasaan kecil, seperti:

  • Perbanyak makanan utuh dan minim olahan
  • Kurangi gula tambahan dan lemak trans
  • Penuhi asupan serat, protein, dan cairan
  • Dengarkan sinyal lapar dan kenyang tubuhmu

Kompleksitas diet menunjukkan bahwa perjalanan menuju tubuh sehat bukan soal larangan dan batasan, tapi soal pemahaman dan keseimbangan. Tidak ada diet yang sempurna, tapi ada pola makan yang paling cocok untuk kamu.

Yuk, mulai pahami tubuhmu sebelum memilih pola makan tertentu. Semakin kamu mengenal kompleksitas diet, maka semakin mudah pula kamu menemukan cara makan yang sehat, realistis, dan berkelanjutan.

Referensi

  1. Forouhi, N. G. (2023). Embracing complexity: Making sense of diet, nutrition, obesity and type 2 diabetes. Diabetologia, 66(4), 786–799. https://doi.org/10.1007/s00125-023-05873-z
  2. Stover, P. J., & King, J. C. (2020). More nutrition precision, better decisions for the health of our nation. The Journal of Nutrition150(12), 3058-3060. https://doi.org/10.1093/JN/NXAA280
  3. Senior, A. M., Legault, V., Lavoie, F. B., Presse, N., Gaudreau, P., Turcot, V., … & Cohen, A. A. (2021). Engaging the complexity of diet and healthy aging in humans. bioRxiv, 2021-03. https://doi.org/10.1101/2021.03.12.435077
  4. Lăcătușu, C. M., Grigorescu, E. D., Floria, M., Onofriescu, A., & Mihai, B. M. (2019). The Mediterranean diet: from an environment-driven food culture to an emerging medical prescription. International journal of environmental research and public health16(6), 942. https://doi.org/10.3390/IJERPH16060942
  5. Guasch‐Ferré, M., & Willett, W. C. (2021). The Mediterranean diet and health: a comprehensive overview. Journal of internal medicine290(3), 549-566. https://doi.org/10.1111/JOIM.13333
  6. Li, J. (2024). Analysis of Nutritional Composition of Mediterranean Diet and Application of This Model. Highlights in Science, Engineering and Technology123, 243-248. https://doi.org/10.54097/1f21p481
  7. de Lorgeril, M., Salen, P., Zalvan, C.H. (2020). The Mediterranean Diet: A Healthy Diet for the Modern Times. In: Zalvan, C.H. (eds) Laryngopharyngeal and Gastroesophageal Reflux. Springer, Cham. https://doi.org/10.1007/978-3-030-48890-1_40

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *