Osteoporosis Pada Lansia
Kejadian osteoporosis banyak dialami oleh pada lansia yang gejalanya sering tidak disadari. Mari kita simak lebih lanjut pada artikel berikut.
Proses Penuaan
Memasuki usia lansia seringkali diikuti dengan penurunan kualitas hidup. Penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi, dan sistem tubuh pada umumnya merupakan tanda dari proses menua yang dapat terlihat pada usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada usia sekitar 60 tahun.

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia dan merupakan proses alamiah. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Peningkatan usia harapan hidup dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius terutama masalah kesehatan yang sangat rentan terjadi pada seseorang yang sudah mencapai usia lanjut seperti osteoporosis (1).
Osteoporosis
merupakan gangguan atau penyakit pada tulang, dimana densitas atau kepadatan tulangnya berkurang. Densitas ini menurun akibat berkurangnya kadar deposit kalsium dalam tulang dan menurunnya protein tulang. Akibat yang terjadi ketika mengalami osteoporosis adalah jaringan tulang yang semakin tipis dan rapuh serta mudah terkena fraktur (patah tulang). Umumnya osteoporosis menyerang jenis tulang pipa atau tulang panjang, tulang belakang dan tulang pelvis (tulang panggul) (2).
Osteoporosis juga dikenal sebagai suatu penyakit yang tidak dirasakan ”silent disease” karena kejadian penurunan masa tulang dapat terjadi selama bertahun-tahun tanpa disertai gejala (asimptomatic). Pada beberapa kasus, gejala awal terjadinya osteoporosis adalah patah tulang. Namun pada beberapa gejala hanya dapat terlihat bila sudah mencapai tahap lanjut. Gejala yang paling umum pada osteoporosis adalah retak atau patah tulang, kelainan spinal (kifosis), kehilangan tinggi badan, dan sakit punggung (3).
Lebih Lanjut : Diet Osteoporosis
Penyebab Osteoporosis
dipengaruhi oleh berbagai faktor dan pada individu bersifat multifaktoral seperti gaya hidup tidak sehat, kurang gerak atau jarang berolahraga serta pengetahuan mengenai osteoporosis yang kurang dan kurangnya asupan kalsium, sehingga kepadatan tulang menjadi rendah dan menyebabkan osteoporosis (1). Terdapat beberapa faktor resiko osteoporosis yang tidak dapat diubah seperti usia (lansia), jenis kelamin, ras, riwayat keluarga atau keturunan, bentuk tubuh dan riwayat patah tulang. Sedangkan faktor resiko osteoporosis yang dapat diubah seperti merokok, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, gangguan makan (anoreksia nervosa), menopause dini, serta penggunaan obat-obatan tertentu seperti kortikosteroid, glukokortikosteroid, serta diuretik (3).
Pada dasarnya osteoporosis dapat dicegah sejak dini atau paling tidak sedikit ditunda kejadiannya dengan membudayakan perilaku hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan gizi seimbang yang dapat memenuhi kebutuhan gizi dengan unsur kaya serat rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per hari), berolahraga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol karena rokok dan alkohol dapat meningkatkan resiko osteoporosis 2 kali lipat. Terjadinya osteoporosis dapat menyebabkan resiko patah tulang yang bisa menimbulkan kematian dari patah tulang belakang namun kurangnya pengetahuan tentang osteoporosis dan pencegahannya sejak dini cenderung meningkatkan angka kejadian osteoporosis (1).

Ketidakseimbangan resorbsi tulang paling sering terjadi pada perempuan setelah menopause. Masa tulang perempuan tua menjadi berkurang bukan hanya karena horman estrogen menurun, tetapi juga pengaruh kalsium dan vitamin. Jika dibandingkan, laki-laki mempunyai masa tulang yang lebih padat dan proses demineralisasi tulang pada laki-laki juga lebih lambat daripada perempuan, sehingga osteoporosis pada laki-laki jarang terjadi (3).
Perempuan memang lebih rentan terserang osteoporosis di bandingkan laki-laki. Kondisi ini sangat berkaitan dengan penurunan hormon estrogen pada perempuan. Secara alamiah perempuan akan mengalami menopause dan saat itu pula hormon estrogen mengalami penurunan secara drastis, hal inilah yang menyebabkan proses pengeroposan tulang pada perempuan. Sedangkan hormon estrogen berperan penting untuk membantu penyerapan kalsium pada tulang (3).
Olahraga Untuk Mencegah Osteoporosis
Baca : Osteoporosis dan Kalsium
Program yang baik untuk pencegahan osteoporosis adalah kombinasi antara lima tipe latihan olahraga, yaitu aerobik yang terbebani berat badan, latihan dengan benturan keras, latihan untuk kekuatan, perimbangan dan kelenturan, seperti :
- Aktivitas aerobik berbeban berat badan yaitu jalan kaki perlahan, cepat, atau jogging karena tulang-tulang pada pinggul, punggung, dan pinggang akan mendapat banyak manfaat dari latihan jenis ini.
 - Latihan dengan benturan keras yaitu tenis, bola voli, bola basket, lompat tali, lompat vertikal, yang dapat meningkatkan kepadatan tulang jauh lebih cepat. Pada latihan ini tulang mendapat pembebanan 3-6 kali berat badan. Namun latihan ini harus disesuaikan dengan kemampuan terutama pada wanita postmenopause.
 - Latihan kekuatan dengan beban dapat dibantu dengan dumbble, atau apa saja yang dapat digenggam dengan berat 300-1000 gram untuk 1 tangan, mulai dengan beban ringan untuk pemula, dan jangan melebihi 1000 gram. Latihan-latihan beban dapat menguatkan tulang-tulang pada lengan bawah dan pergelangan tangan. Hal ini penting untuk diperhatikan, karena pergelangan tangan merupakan bagian badan yang sering dan beresiko mengalami fraktur (patah tulang).
 - Latihan untuk perimbangan tidak meningkatkan kepadatan tulang, tetapi menjaga agar tubuh tidak mudah jatuh karena di usia postmenopause kestabilan tubuh mulai menurun (4).
 
Daftar Pustaka
1. Soke, Yasinta Ema MJ dan TA. Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Osteoporosis Dengan Perilaku Mengkonsumsi Makanan Berkalsium Di Panti Wredha X Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Respati. 2016;III(1):66–72.
2. Sefrina, Andin R. Osteoporosis The Silent Disease. Yogyakarta: Rapha Publishing; 2015.
3. Afni, Rita AH. Risiko Osteoporosis Pada Lansia Di UPT Panti Sosial Tresna Werdha Khusnul Khotimah Pekanbaru. Journal Midwifery Science. 2019;3(1):15–21.
4. Lestari NMSD. Latihan Fisik Dan Osteoporosis Pada Wanita Postmenopause. Jurnal Penjakora Undiksha. 2017;92–101.
Editor : Ayu Rahadiyanti
