Gangguan makan pada remaja menjadi isu serius yang sering luput dari perhatian. Perubahan perilaku makan, body image negatif, serta upaya mengatur berat badan secara ekstrem bisa menjadi tanda awal. Dua bentuk gangguan makan yang paling sering muncul adalah anoreksia nervosa dan bulimia nervosa, yang keduanya bisa berdampak fatal bila tidak ditangani.1
Secara umum, banyak orang menganggap tubuh ideal itu punya bentuk yang seimbang, kulit cerah atau sawo matang, wajah bersih tanpa jerawat, dan rambut terawat. Tubuh yang dianggap proporsional sering diyakini membuat seseorang lebih leluasa beraktivitas dan terlihat lebih percaya diri.2
Pada pria, bentuk tubuh ideal diukur melalui massa tubuh yang cukup berdasarkan IMT 18,7–25,0, dengan otot besar dan merata di seluruh tubuh serta perut yang six pack.3 Sementara itu, standar kecantikan wanita cenderung menekankan tubuh langsing tanpa lemak berlebih, hingga struktur wajah V-line.
Sayangnya, standar ini sering menimbulkan krisis kepercayaan diri, konsep diri yang salah, hingga ketidakmampuan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Padahal, standar kecantikan bersifat relatif dan seharusnya disikapi dengan citra diri yang lebih positif.4
Tidak heran jika banyak remaja, terutama perempuan, beranggapan bahwa tubuh kurus identik dengan bahagia dan menarik. Mereka meyakini bentuk tubuh ramping dapat meningkatkan rasa percaya diri sekaligus menarik perhatian orang lain. Namun, pola pikir ini justru dapat mendorong perilaku makan yang tidak sehat, hingga akhirnya berisiko mengarah pada gangguan makan pada remaja.5
Gangguan makan tidak muncul begitu saja. Ada sejumlah faktor yang memengaruhi, di antaranya:5
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV), gangguan makan dikategorikan menjadi tiga, yaitu anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan binge-eating disorder. Anoreksia dan bulimia termasuk gangguan kronis yang memengaruhi perilaku makan sekaligus kesehatan fisik dan mental.5
Anoreksia nervosa (AN) merupakan gangguan makan yang berbahaya karena berdampak pada kesehatan fisik maupun mental, dengan tingkat kematian yang tinggi.6 Gangguan ini umumnya muncul pada remaja, terutama sekitar usia 15 tahun, namun dalam beberapa kasus bisa didiagnosis sejak usia 8 tahun dan disebut sebagai Early Onset Anorexia Nervosa (EOAN).7,8
Ciri utama AN adalah pembatasan makanan secara ekstrem yang mengarah pada kelaparan berkepanjangan, biasanya dialami remaja perempuan yang ingin memperoleh bentuk tubuh sesuai bayangan ideal mereka. Gejala khas meliputi penolakan mempertahankan berat badan normal, ketakutan berlebihan terhadap kenaikan berat badan, distorsi citra tubuh, amenore, perilaku hiperaktif, serta kecenderungan perfeksionis.5 Bahkan pada kasus berat, dapat timbul komplikasi serius seperti hipotensi, bradikardia, gangguan hati, osteoporosis, hingga risiko gagal jantung.5
Baca Juga: Diet Ekstrem Bikin Haid Tidak Teratur? Ini Penyebab & Risikonya
Bulimia nervosa merupakan gangguan makan yang kerap dialami remaja perempuan, ditandai dengan episode makan berlebihan (binge eating) yang kemudian diikuti perilaku kompensasi tidak sehat, seperti muntah atau penggunaan obat, untuk menghindari kenaikan berat badan.⁹ Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke-5 (DSM-V), diagnosis ditegakkan bila terdapat:
Gejala anoreksia nervosa pada remaja:
Anorexia nervosa pada remaja juga ditandai dengan berbagai gejala fisik maupun psikologis yang sering memengaruhi perkembangan mereka, di antaranya:
Gejala bulimia nervosa pada remaja:
Bulimia nervosa pada remaja memiliki karakteristik khas yang muncul setelah episode makan berlebihan (binge eating). Gejala yang umum ditemui antara lain:
Penanganan gangguan makan membutuhkan pendekatan multidisipliner, melibatkan psikiater, psikolog, ahli gizi, serta tenaga medis lainnya. Terapi utama mencakup psikoterapi (seperti Cognitive Behavioral Therapy/CBT), edukasi gizi, serta pengelolaan medis untuk komplikasi yang mungkin timbul.¹²
Pencegahan dapat dilakukan melalui edukasi sejak remaja mengenai pola makan sehat, penerimaan tubuh, dan literasi media agar tidak terjebak standar kecantikan yang tidak realistis.¹³ Dukungan keluarga, lingkungan sekolah, dan komunitas juga berperan penting dalam membentuk pola pikir positif terhadap citra tubuh serta mencegah perilaku makan berisiko.¹⁴
Baca Juga: Gizi pada Remaja
Editor: Dewi Rizky Purnama, S.Gz
Rutinitas pagi sering membuat kita lupa, bahwa tubuh juga butuh perhatian. Segelas susu dan biskuit…
Pernah lihat video aesthetic dinner di TikTok yang berisi keju, biskuit, buah, dan segelas anggur…
Pernahkah kamu berpikir bahwa tidak semua bubur bayi instan yang beredar di pasaran memiliki kualitas…
Bagi pecinta kopi yang memiliki riwayat hipertensi atau tekanan darah tinggi, ada baiknya mulai memperhatikan…
Pernahkah kamu berpikir, bagaimana para ahli bisa tahu apakah pola makan masyarakat itu sehat atau…
Bayangkan, sebuah program yang seharusnya menjadi solusi gizi anak justru berubah menjadi ancaman kesehatan. Itulah…