Anak Sekolah & Remaja

5 Tips Memenuhi Gizi Anak Sekolah agar Tumbuh Sehat dan Berprestasi

Gizi anak sekolah memiliki peran penting dalam menunjang pertumbuhan fisik, perkembangan otak, dan pencapaian akademik. Asupan zat gizi yang tepat tidak hanya memengaruhi tinggi dan berat badan, tetapi juga berdampak langsung pada konsentrasi, daya ingat, serta stamina saat belajar dan beraktivitas. Sayangnya, masih banyak anak yang belum mendapatkan asupan gizi seimbang, baik karena kekurangan maupun kelebihan zat gizi tertentu. Hal ini bisa berdampak jangka panjang terhadap kesehatan dan kualitas hidup mereka.

Mengapa Gizi Anak Sekolah Perlu Perhatian Khusus?

Anak usia sekolah, terutama pada rentang usia 6–12 tahun, berada pada masa transisi dari kanak-kanak awal menuju masa kanak-kanak akhir, bahkan menjelang pubertas. Pada masa ini, anak mengalami pertumbuhan fisik yang pesat dan perkembangan kognitif yang semakin kompleks.2

Setelah usia 6 tahun, anak umumnya mulai menunjukkan peningkatan ketahanan tubuh terhadap penyakit dan juga mulai mampu membentuk pola hidup, termasuk kebiasaan makan secara lebih mandiri. Periode ini juga menjadi waktu krusial untuk menanamkan gaya hidup sehat yang dapat bertahan hingga dewasa.3,4

Status gizi pada usia ini tidak hanya mencerminkan kondisi kesehatan secara fisik, tetapi juga berdampak pada perkembangan otak, daya pikir, dan kemampuan belajar anak. Oleh karena itu, kebutuhan zat gizi yang cukup dan seimbang sangat diperlukan demi mendukung tumbuh kembang yang optimal.1,2

Namun, dalam memenuhi kebutuhan gizi anak sekolah, ada banyak tantangan. Orang tua kerap menghadapi masalah keterbatasan waktu, kurangnya variasi makanan, pengaruh lingkungan sekitar, hingga minimnya edukasi gizi. Untuk itu, diperlukan strategi yang menyeluruh dan aplikatif.

5 Tips Memenuhi Gizi Anak Sekolah

Sumber: Freepik

Berikut adalah lima langkah kunci yang dapat diterapkan oleh orang tua dan pengasuh untuk memastikan kebutuhan gizi anak sekolah tercukupi secara optimal:

1. Sesuaikan Pola Makan dengan Usia dan Tahap Pertumbuhan

Kebutuhan zat gizi anak berbeda pada tiap tahap usia karena proses pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Anak usia 3–12 tahun memerlukan asupan zat gizi untuk mendukung pembentukan jaringan tubuh, perkembangan otak, dan sistem imun. Ketika pola makan tidak memadai, maka akan berdampak buruk pada kesehatan.5

Pada rentang usia 7–13 tahun, anak juga mengalami growth spurt atau lonjakan pertumbuhan kedua setelah masa balita. Asupan gizi seimbang pada masa ini sangat penting untuk mendukung tinggi badan, berat badan, dan fungsi otak yang optimal. Keluarga, terutama orang tua, menjadi pihak utama yang berperan memastikan kualitas dan variasi makanan anak, karena pengetahuan gizi yang baik akan membantu memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi mereka.

2. Dorong Aktivitas Fisik dan Sesuaikan Kebutuhan Energi

Aktivitas fisik teratur berperan penting dalam mendukung status gizi dan kebiasaan makan yang lebih baik. Penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri dalam beraktivitas fisik berkorelasi positif dengan kebiasaan makan sehat.6 Intervensi yang menggabungkan aktivitas fisik dengan pendidikan gizi juga telah terbukti menjanjikan dalam memperbaiki BMI anak dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.7

Semakin anak aktif bergerak, bermain, berolahraga, atau mengeksplorasi lingkungan, maka semakin tinggi pula kebutuhan energi dan zat gizinya. Energi tersebut sebaiknya berasal dari makanan bergizi seimbang, bukan sekadar camilan tinggi gula atau minuman manis. Tantangan bagi orang tua adalah menyediakan pilihan makanan yang praktis, disukai anak, dan tetap kaya akan zat gizi. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan membawakan bekal ke sekolah untuk mengurangi ketergantungan pada jajanan yang kandungan gizinya tidak terjamin.

Baca Juga: Pentingnya Memilih Jajanan Sehat Demi Kesehatan Anak

3. Bangun Preferensi dan Kebiasaan Makan Sehat

Sikap anak terhadap makanan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, teman sebaya, dan media. Banyak anak lebih tertarik pada makanan berwarna cerah, manis, atau berbentuk unik dibandingkan sayur atau lauk bergizi. Orang tua dapat membentuk kebiasaan makan sehat dengan memberi contoh nyata, membiasakan makan bersama, dan melibatkan anak dalam memilih atau menyiapkan makanan.

Baca Juga: Tips Agar Anak Mau Makan Buah dan Sayur

Preferensi makanan juga dipengaruhi kebiasaan keluarga dan lingkungan sekolah. Program yang melibatkan orang tua dan sekolah dalam mempromosikan makan sehat terbukti efektif mengubah preferensi ini.8 Namun, sebagian besar anak sekolah masih belum memenuhi pedoman diet, sehingga dibutuhkan strategi pendidikan yang lebih terarah untuk memperbaiki pola makan.5

4. Pastikan Ketersediaan dan Akses terhadap Makanan Bergizi

Tidak semua keluarga memiliki akses yang sama terhadap bahan makanan bergizi. Faktor ekonomi, ketersediaan pangan di pasar lokal, dan kebiasaan makan keluarga memengaruhi variasi makanan yang dikonsumsi anak. Orang tua dapat memanfaatkan bahan pangan lokal yang murah namun kaya akan zat gizi, seperti tempe, ikan, daun kelor, atau ubi, serta mengolahnya secara kreatif agar anak tetap tertarik mengonsumsinya.

Akses ke makanan bergizi sangat penting karena ketahanan pangan berpengaruh langsung pada pilihan diet anak dan hasil kesehatannya. Program makan sekolah dapat menjadi strategi efektif untuk meningkatkan gizi dan kinerja akademik, terutama bagi kelompok masyarakat dengan keterbatasan ekonomi atau akses pangan bergizi.9

5. Lakukan Edukasi Gizi Sejak Dini dan Secara Konsisten

Anak perlu diajarkan sejak dini pentingnya memilih makanan sehat. Edukasi gizi dapat dimulai di rumah melalui kebiasaan makan bersama, mengenalkan fungsi setiap jenis makanan, hingga mengajak anak membaca label gizi pada kemasan. Pengetahuan ini membekali anak untuk membuat pilihan makan yang lebih baik dan bertanggung jawab di masa depan.

Pendidikan gizi yang komprehensif berperan besar dalam membentuk kebiasaan makan sehat seumur hidup. Intervensi yang efektif sebaiknya menggabungkan strategi pendidikan dengan dukungan masyarakat, sekolah, dan pemerintah. Dengan begitu, ini dapat mengatasi kesenjangan akses makanan bergizi yang disebabkan oleh faktor ekonomi, lokasi, atau fasilitas yang kurang memadai.8,9

Gizi Seimbang Adalah Investasi Masa Depan Anak

Risiko masalah gizi pada anak usia sekolah bisa muncul baik karena kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi. Anak yang kekurangan zat gizi penting seperti protein, zat besi, yodium, atau vitamin A dapat mengalami hambatan tumbuh kembang, seperti:

  • Kekurangan Energi Protein (KEP) yang menyebabkan tubuh lemas dan kurang fokus
  • Anemia defisiensi zat besi, yang menurunkan konsentrasi dan daya tahan tubuh
  • Kurang Vitamin A (KVA), yang mengganggu kesehatan mata dan sistem imun
  • Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), yang berdampak pada perkembangan otak
  • Obesitas, yang rentan terjadi akibat konsumsi berlebih makanan tinggi kalori dan rendah zat gizi, tanpa dibarengi aktivitas fisik yang memadai5,9

Dampak dari ketidakseimbangan gizi ini bukan hanya terlihat dalam bentuk fisik, tetapi juga memengaruhi kemampuan belajar, kesehatan mental, kepercayaan diri, hingga kualitas hidup anak secara keseluruhan.

Di sisi lain, gizi seimbang memberikan banyak manfaat positif, anak tumbuh aktif, jarang sakit, lebih fokus saat belajar, dan mampu bersosialisasi dengan baik. Inilah alasan mengapa gizi anak sekolah perlu menjadi prioritas utama, bukan sekadar urusan makan, tetapi juga sebagai investasi jangka panjang untuk masa depan anak yang sehat, cerdas, dan berdaya saing tinggi.

Dengan memahami dan menerapkan lima kunci pemenuhan gizi, menyesuaikan pola makan sesuai usia, mendorong aktivitas fisik, membentuk kebiasaan makan sehat, memastikan akses pangan bergizi, serta memberi edukasi gizi sejak dini, orang tua dan sekolah bisa menciptakan ekosistem yang mendukung tumbuh kembang anak secara menyeluruh. Anak-anak kita adalah generasi penerus bangsa. Mari bekali mereka dengan gizi yang baik, agar mereka bisa belajar, tumbuh, dan berprestasi dengan optimal.

Referensi

  1. Suryani, D., Sabrina, Y., Cholidah, R., Ekawanti, A., & Andari, M. Y. (2017). Studi status gizi, pola makan serta aktivitas pada anak sekolah dasar di Kota Mataram. Jurnal Kedokteran, 6(1), 14–19. https://eprints.unram.ac.id/37226/1/C13_status%20gizi%20anak%20SD.pdf
  2. Zakiyah, S., Hasibuan, N. H., Yasifa, A., Siregar, S. P., & Ningsih, O. W. (2024). Perkembangan anak pada masa sekolah dasar. DIAJAR: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 3(1), 71–79. https://doi.org/10.54259/diajar.v3i1.2338
  3. Wicaksana, D. A., & Nurrizka, R. H. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada anak usia sekolah di SDN Bedahan 02 Cibinong Kabupaten Bogor tahun 2018. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat, 11(1), 35–48. https://jikm.upnvj.ac.id/index.php/home/article/view/13
  4. Bertalina. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak usia sekolah (6–12 tahun). Jurnal Keperawatan, 9(1), 5–12. https://www.ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/289
  5. Hernández, N. A., Garrido, C. M., & Giménez, G. S. Nutrición en los niños de preescolar, escolar y adolescencia: actuaciones y orientaciones educativas para lograr y mejorar una buena alimentación. South Florida Journal of Development, 2 (2), 2923-2937. https://doi.org/10.46932/SFJDV2N2-136
  6. Vega, M. D. L. A. F. (2022). Factores psicosociales asociados con la alimentación saludable y la práctica de actividad física en escolares (Psychosocial factors associated with healthy eating and physical activity practice in schoolchildren). Retos, 46, 340-348. https://doi.org/10.47197/retos.v46.93605
  7. Chatterjee, P., & Nirgude, A. (2024). A systematic review of school-based nutrition interventions for promoting healthy dietary practices and lifestyle among school children and adolescents. Cureus, 16(1). 1-17. https://doi.org/10.7759/cureus.53127
  8. Shakir, F. A., & Shakeel, F. (2024, October). Nutrition nurturers: Empowering primary school children through innovative dietary education and parental engagement. In Proceeding of International Conference on Healthy Living (INCOHELIV). 1(1). 147-151. https://doi.org/10.24123/incoheliv.v1i1.6563
  9. Luby, S. P. Yang and Yamazaki Environment and Energy Building 473 Via Ortega, Stanford, CA 94305 USA. https://fsi9-prod.s3.us-west-1.amazonaws.com/s3fs-public/2023-05/cv_luby.pdf

Editor: Dewi Rizky Purnama, S.Gz

Natasha Fesbrian

Recent Posts

Sarapan Instan, Apakah Cukup Minum Susu dan Biskuit?

Rutinitas pagi sering membuat kita lupa, bahwa tubuh juga butuh perhatian. Segelas susu dan biskuit…

3 days ago

Fenomena ‘Girl Dinner’: Ketika Tren Makan Estetik Justru Kurang Gizi

Pernah lihat video aesthetic dinner di TikTok yang berisi keju, biskuit, buah, dan segelas anggur…

4 days ago

MPASI Bubur Bayi Instan: Praktis, Tapi Perhatikan Kandungannya!

Pernahkah kamu berpikir bahwa tidak semua bubur bayi instan yang beredar di pasaran memiliki kualitas…

6 days ago

Pengaruh Konsumsi Kopi pada Penderita Hipertensi

Bagi pecinta kopi yang memiliki riwayat hipertensi atau tekanan darah tinggi, ada baiknya mulai memperhatikan…

1 week ago

Diet Quality Questionnaire (DQQ): Survei Gizi Cepat dan Efektif

Pernahkah kamu berpikir, bagaimana para ahli bisa tahu apakah pola makan masyarakat itu sehat atau…

2 weeks ago

7 Potensi Penyebab KLB Keracunan MBG

Bayangkan, sebuah program yang seharusnya menjadi solusi gizi anak justru berubah menjadi ancaman kesehatan. Itulah…

3 weeks ago