oleh : Devina Hani Safitri Mahasiswa Gizi UNDIP
Tempe di Indonesia umumnya dikonsumsi sebagai pendamping makanan pokok, tetapi karena banyaknya peminat menyebabkan banyak industri rumahan harus mengimpor kedelai. Padahal banyak jenis kacang-kacang lain yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kedelai sebagai bahan baku tempe salah satunya kacang gude. Mengapa kacang gude berpotensi menjadi pengganti kedelai sebagai bahan baku tempe? Mari kita simak artikel di bawah ini.
Hasil olahan kedelai, tempe merupakan makanan yang sangat populer di Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan tempe sebagai pendamping makanan pokok. Memiliki manfaat bagi kesehatan yaitu berpotensi melawan radikal bebas sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dll. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas enzim superoksida dismutase. Tempe memiliki nilai gizi yang tinggi karena memiliki kandungan protein, karbohidrat, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral. Nilai gizi yang unggul lainnya dalam tempe antara lain antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang memiliki sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai, vitamin B12 yang aktivitasnya semakin meningkat selama proses fermentasi serta kandungan asam glutamat sebagai asam amino esensial yang tinggi.
Lebih Lanjut : Tempe Makanan Murah Kaya Gizi
Tempe dibuat melalui proses fermentasi kacang yang umumnya adalah kedelai dengan menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus sp., dikenal sebagai ragi tempe. Struktur padatan kompak dan berwarna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Terdapat berbagai kapang yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp. merupakan kapang yang paling dominan. Kapang yang tumbuh pada biji kedelai menghasilkan enzim-enzim yang mampu mengubah protein menjadi asam amino sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat digunakan tubuh.
Karakteristik dan mutu tempe selain dipengaruhi oleh teknologi prosesnya juga ditentukan oleh jenis dan mutu bahan baku serta mikroorganisme yang digunakan. Ketiga unsur tersebut menentukan karakteristik mutu fisik, organoleptik dan kimiawi (komposisi dan nilai gizi) kacang. Proses fermentasi tempe sendiri dapat dibedakan atas tiga fase, yaitu:
a. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi)
Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah asam lemak bebas, peningkatan suhu, pertumbuhan kapang yang cepat terlihat dengan terbentuknya miselia pada permukaan yang semakin banyak sehingga menunjukkan massa yang lebih kompak.
b. Fase transisi (30-50 jam fermentasi)
adalah fase optimal fermentasi tempe dan siap untuk dipasarkan. Terjadi penurunan suhu dan jumlah asam lemak yang dibebaskan, pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih kompak.
c. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi)
Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi perubahan flavor karena penguraian protein lanjut sehingga terbentuk amonia.
Tempe di industri pengolahan pangan Indonesia mayoritas menggunakan kedelai sebagai bahan bakunya. Jenis industri rumahan dalam jumlah banyak ini menyebabkan tingginya tingkat kebutuhan kedelai yang mencapai lebih dari 2,24 juta setiap tahunnya. Impor kedelai Indonesia sekitar 70% berasal dari Amerika Serikat yang menguasai 60% pasar kedelai dunia.
Padahal, selain harus mengimpor juga dapat mencari alternatif pengganti kedelai sebagai bahan baku tempe dengan kacang lain yang memiliki kandungan gizi hampir sama. Beberapa tempe berbahan baku bukan kedelai antara lain tempe koro benguk (Mucuna pruriens, berasal dari sekitar Waduk Kedung Ombo), tempe gembus (dari ampas gude pada pembuatan pati, populer di Lombok dan Bali bagian timur), tempe kacang hijau (terkenal di daerah Yogyakarta). Selain itu, juga ada tempe kacang merah (Phaseolus vulgaris), tempe kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.) Walp.), tempe koro wedus (Lablab purpures), tempe menjes (dari kacang tanah dan kelapa, di sekitar Malang), serta tempe gude yang berbahan baku dari gude (Cajanus cajan).
Kacang gude (Cajanus cajan) adalah tanaman kacang-kacangan yang bersifat tahunan. Memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan leguminosae yang lain karena kacang gude memiliki sifat toleran terhadap kekeringan, tahan rebah, polong tidak mudah pecah dan sesuai untuk ditanam di berbagai jenis tanah. Karakteristik biji gude yaitu buahnya berbentuk polong dengan panjang 4-10 cm, berbulu, pipih dan berwarna hijau serta jumlah setiap polong berkisar 4-9 butir biji. Berat biji gude bervariasi antara 4 dan 26 gram per 100 butir dengan struktur yang tersusun dari kulit biji (14%), embrio (1%), dan kotiledon (85%). Kacang Gude sendiri adalah sumber senyawa polifenol yang sangat baik dan memiliki aktivitas anti hiperglikemik yang kuat.
Gude memiliki keunggulan dibandingkan kacang yang lain yaitu bersifat toleran terhadap kekeringan, tahan rebah, polong tidak mudah pecah dan sesuai untuk ditanam di berbagai jenis tanah. Oleh karena itu, tanaman gude memiliki potensi untuk dikembangkan di daerah-daerah kering dan agak tandus seperti lahan yang tidak dapat ditumbuhi oleh kedelai dengan baik. Sedangkan untuk komposisi kacang gude sendiri dalam 100 gram biji terdapat 62 gram karbohidrat; 20,7 gram protein dan 1,4 gram lemak. Kadar lemak kacang gude lebih rendah daripada kedelai sehingga dapat meminimalisasi efek negatif dari penggunaan produk pangan berlemak.
Kacang gude jika dibandingkan dengan kedelai memiliki keseimbangan asam amino yang lebih baik serta memiliki kandungan natrium (16 mg) lebih rendah daripada kedelai sehingga gude cocok untuk dikonsumsi penderita hipertensi. Senyawa antigizi, yaitu inhibitor tripsin yang menghambat proteolisis karena membentuk komplek tripsin-antitripsin yang menyebabkan masalah apabila kacang gude dikonsumsi dalam jumlah besar. Berdasarkan penelitian perkecambahan dapat memberi pengurangan yang tajam terhadap asam fitat dan aktivitas inhibitor tripsin, yaitu sebanyak 61% dan 36%, sedangkan aktivitas inhibitor akan menurun sebanyak 91-97% selama proses perendaman, pengupasan kulit dan pengukusan. Hal tersebut didukung senyawa antigizi kacang gude sudah lebih sedikit dibanding kedelai, kacang polong, serta kacang lain pada umumnya. Oleh karena itu, kacang gude memiliki potensi yang tinggi menjadi alternatif pengganti kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe.
Baca : Meminimalisir Zat Anti Gizi pada Kedelai
Penulis : Qory Safa Ardiani (Universitas Esa Unggul) Apa itu hipertensi? Hipertensi sebagai salah satu…
saat anda sedang membuka sosial media dan melihat orang-orang sedang makan atau melihat sebuah restoran,…
Penulis : Dian Yuni Pratiwi (Dosen Departemen Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran)…
Dewasa ini makanan manis kian digemari oleh remaja akibat adanya arus globalisasi. Makanan manis seperti…
Penulis : Dian Yuni Pratiwi (Dosen Departemen Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran)…
1Susu kental manis adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air…