Uncategorized

Prevalensi Stunting 2019

Menurut WHO, stunting merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat apabila angka stunting mencapai > 20%. Merujuk data Riskesdas prevalensi stunting di Indonesia tahun 2018 mencapai angka 30,8%. Namun saat ini ada kabar menggembirakan, berdasarkan data terbaru tahun 2019 dari hasil riset studi status gizi balita di Indonesia angka prevalensi stunting mengalami penurunan sebanyak 3% menjadi 27,67%. Indonesia masih mempunyai tugas untuk menurunkan angka stunting ini.

Definisi

Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan panjang badan atau tinggi badan di bawah -2 SD atau persentil 3 berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Penyebab

Ada beberapa faktor penyebab stunting. Saat kehamilan telah terjadi pertumbuhan dan perkembangan janin sehingga kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta setelah persalinan akan mempengaruhi pertumbuhan janin dan risiko terjadinya stunting di kemudian hari. Setelah bayi lahir nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir tentunya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhannya termasuk risiko terjadinya stunting. Tidak terlaksananya inisiasi menyusu dini (IMD), gagalnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, dan proses penyapihan dini dapat menjadi salah satu faktor terjadinya stunting.

Sedangkan dari sisi pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) hal yang perlu diperhatikan adalah kuantitas, kualitas, keamanan pangan yang diberikan dan bagaimana pola asuh pemberian MP ASI. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah menyingkirkan apakah bayi memiliki penyakit kronis, karena kondisi ini juga akan menyebabkan terjadinya stunting sehingga sebelum mendiagnosa stunting maka kita harus merujuk balita ke dokter untuk mengetahui adanya penyakit penyerta. Kondisi ekonomi juga erat kaitannya dengan kemampuan dalam memenuhi asupan yang bergizi dan pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dan balita, sedangkan sanitasi dan keamanan pangan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi.

Dampak Stunting

Berkurangnya asupan makanan akan menurunkan metabolisme otak, sebanyak 50-60% energi metabolisme otak digunakan untuk pertumbuhan otak jika kondisi ini terjadi dalam waktu yang lama maka akan menyebabkan gangguan hormonal yang menyebabkan hormon Insulin growth factor-1 (IGF1) menurun yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan linier yang berakhir dengan stunting.

Jika sudah terjadi stunting maka akan menyebabkan penurunan IQ yang bersifat irreversible. Selain itu juga akan menurunkan kemampuan tubuh untuk membakar lemak sehingga resiko untuk terjadi obesitas dan meningkatnya angka kejadian penyakit tidak menular dikemudian hari. Secara ekonomi, hal tersebut tentunya akan menjadi beban bagi negara terutama akibat meningkatnya pembiayaan kesehatan. Potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh stunting sangat besar.

Apa yang harus dilakukan petugas kesehatan untuk mencegah stunting ?

Kejadian stunting dapat dicegah jika petugas kesehatan dapat mendeteksi secara dini dengan menilai kecepatan penambahan panjang badan (length velocity). Hal ini membutuhkan kerjasama antara orangtua dan tenaga kesehatan. Orangtua harus secara sadar dan telah diedukasi bagaimana pentingnya untuk mengukur status gizi anak setiap bulannya. Menilai kenaikkan panjang badan harus disesuaikan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Jika kenaikkan panjang badan di bawah persentil 5 diklasifikasikan sebagai growth deceleration.

Prevalensi stunting yang tinggi dapat dicegah dengan melakukan inisiasi menyusu dini yang dilakukan 1 jam pertama setelah lahir, memberi ASI eksklusif selama 6 bulan dan memulai MP ASI saat 6 bulan dengan memperhatikan gizi yang adekuat dilanjutkan dengan memberikan ASI sampai usia 2 tahun. Upaya pencegahan stunting merupakan prioritas nasional pemerintah Indonesia, jika saat ini masih banyak balita yang mengalami stunting maka dalam 15 tahun mendatang Indonesia akan memiliki SDM yang kurang berkualitas dan produktif. Oleh karena ini, pencegahan stunting harus dilakukan secara sungguh-sungguh guna menciptakan SDM yang berkualitas di masa yang akan datang.

BACA ARTIKEL : Penurunan Stunting Melalui 1000 HPK

Referensi

  1. UNICEF. Levels and trends in child malnutrition. Wahington DC: UNICEF;2018.
  2. Kementrian Kesehatan. Studi status gizi balita terintegrasi susenas 2019. Jakarta: Kemenkes; 2020.
  3. Rolfe EDL, Franca GVA, Vianna CA, Gigante DP, Miranda JJ, Yudkin JS, et al. Associations of stunting in early chlidhood with cardiometabolic rsik factors in adulthood. J Plos. 2018 Apr; 13(4): 192-196.
  4. Schwinger C, Fadnes LT, Shresta SK, Sundar P, Chandyo RK,et al. Predicting undernutrition at age 2 years with early attained weight and length compared weight and lenght velocity. J Ped.2017; 182: 127-132.
  5. Onis MD, Branca F. Childhood stunting: a global perspective. Maternal &Child nutrition.2016; 12(1): 12-26.
Hernita Perliyani

View Comments

Recent Posts

Tips Mengontrol Hipertensi dengan Pola Hidup Sehat

Penulis : Qory Safa Ardiani (Universitas Esa Unggul) Apa itu hipertensi? Hipertensi sebagai salah satu…

11 months ago

Benarkah kamu lapar ? Emotional Eating ?

saat anda sedang membuka sosial media dan melihat orang-orang sedang makan atau melihat sebuah restoran,…

11 months ago

Pemanfaatan Cangkang Kerang Hijau (Perna viridis) sebagai Bahan Pengolahan Pangan

Penulis : Dian Yuni Pratiwi (Dosen Departemen Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran)…

12 months ago

Maraknya Makanan Dan Minuman Manis Penyebab Diabetes Pada Remaja

Dewasa ini makanan manis kian digemari oleh remaja akibat adanya arus globalisasi. Makanan manis seperti…

12 months ago

Perna viridis, Si Kerang Hijau yang Kaya Gizi

Penulis : Dian Yuni Pratiwi (Dosen Departemen Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran)…

12 months ago

Dampak Negatif Susu Kental Manis Sebagai Pengganti Susu Formula

​1​Susu kental manis adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air…

1 year ago