Oleh : Mokhamad Ali Zaenal Abidin, S.Gz
Kejadian Luar Biasa (KLB) Gizi Buruk dan Campak di Kabupaten Asmat Papua telah berlalu. Namun, menyisakan pelajaran yang sangat berharga dan dorongan bagi berbagai pihak (terutama pemerintah) untuk terus melakukan langkah-langkah stabilisasi pasca KLB. Saat status KLB dicabut, masih ada sedikitnya 12 orang yang dirawat di RSUD setempat (Kemenkes, 2018). Membutuhkan langkah-langkah berkesinambungan kedepan untuk mengantisipasi dan normalisasi kondisi gizi masyarakat di Kabupaten Asmat1.
KLB Gizi Buruk Asmat merupakan masalah multisektoral. Tidak hanya kesehatan; namun juga budaya, infrastruktur, dan pendidikan. Pada tulisan ini penulis menyoroti problem aksesibilitas pangan dan fasilitas kesehatan. Sebagaimana kita tahu memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap terjadinya KLB Gizi Buruk di Asmat2.
Ketimpangan pembangunan antara barat dan timur terjadi dalam kurun waktu puluhan tahun di Indonesia. Merupakan masalah klasik namun signifikan dalam hal ini. Fokus pembangunan yang hanya bertumpu di kawasan barat Indonesia memicu ketimpangan pembangunan nasional. Salah satunya di Papua, pulau besar yang terletak di timur Indonesia mengalami ketertinggalan pembangunan dan berbagai masalah sebagai ekses dari ketimpangan pembangunan nasional Indonesia. Akibatnya, menurut Badan Pusat Statistik (2008), angka kemiskinan di Papua mencapai 37,1% sekaligus terbesar di antara provinsi lain di Indonesia. Berbanding jauh dari DKI Jakarta yang hanya 4,3%3.
Kemiskinan yang tinggi secara tidak langsung berkaitan dengan rendahnya akses terhadap pangan yang bergizi dan pelayanan kesehatan. Keluarga miskin memiliki keterbatasan finansial dalam mendapatkan bahan makanan dan/atau makanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari. Selain itu, faktor infrastruktur juga mengambil peran penting. Lokasi tempat tinggal yang jauh dari pusat kota atau terpencil menyebabkan distribusi produk pangan mengalami kendala. Akibatnya ketersediaan pangan di daerah tersebut sangat terbatas. Hal-hal tersebutlah yang secara tidak langsung menjadikan keluarga miskin, khususnya di daerah terpencil mengalami problem aksesibilitas pangan.
Baca Artikel : Mengulas Kejadian Luar Biasa Gizi Buruk Asmat
Hingga 2011 di Papua hanya terdapat 360 puskesmas dan 29 rumah sakit. Terdapat beberapa kabupaten yang belum memiliki rumah sakit, antara lain Kabupaten Nduga, Dogiay, Deiyai, Waropen, Intan Jaya, Puncak, Tolikara, Mmemberamo Tengah, Yalimo dan Sarmi. Pada 2017 jumlah rumah sakit meningkat menjadi 36 unit dan 194 puskesmas. Permasalahan keterbatasan fasilitas kesehatan bukan hanya terkait cukup atau tidaknya jumlahnya, namun juga terkait dengan bagaimana kualitas pelayanan dan ketersediaan sumber daya manusia.
Terkait rendahnya aksesibilitas pangan dan fasilitas kesehatan. Menjadi perlu untuk menjamin dan memantau secara intensif ketersediaan pangan dan fasilitas kesehatan di Asmat pasca KLB4. Berdasarkan analisis di atas, penulis mengusulkan untuk dibentuknya Therapeutic Feeding Center (TFC) sebagai alternatif program pasca KLB.
Therapeutic Feeding Center (TFC) sudah dilakukan di beberapa negara yang mengalami permasalahan gizi buruk, salah satunya di Ethiopia. Merujuk pada Ethiop. J. Health Dev. (2010), Teferi et al. menjelaskan bahwa bersamaan dengan waktu pelaksanan TFC tingkat kematian menurun dan angka kesembuhan penderita gizi buruk meningkat5.
Tujuan Therapeutic Feeding program adalah untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan pada pasien malnutrisi. Yaitu dengan melakukan terapi secara intensif secara individual (MSF Nutrition Guidelines, 2006).
TFC terdiri dari tiga jenis; TFC murni yang sangat terstruktur melayani pasien gizi buruk fase 1 dan 2, Inpatient TFC berfokus pada pelayanan rawat inap-sentralisasi, serta ambulatory TFC yang berfokus pada pelayana rawat jalan-desetralisasi.
Program ini berupa ambulatory TFC dengan pertimbangan efisiensi dan kebutuhan lapangan. Dimana respon terhadap kasus gizi buruk di Asmat pasca KLB membutuhkan respon yang cepat dan mencakup daerah perkampungan (desentralisasi). Hal tersebut mendorong tim memilih ambulatory TFC untuk diimplementasikan. Selain itu; pertimbangan dana, waktu, dan kebutuhan sumber daya manusia juga menjadi hal yang dipertimbangkan.
Merupakan sarana pelayanan dan pemulihan gizi buruk secara desentralisasi. Berfokus pada pemulihan pasien gizi buruk fase 2 dengan tanpa komplikasi. Oleh karenanya sesuai diterapkan pada wilayah pasca KLB yang sudah terkendali. ATFC berlokasi di kampung-kampung pada Kabupaten Asmat Papua, dalam hal ini dipilih satu kampung sebagai inisiasi program atau program percontohan. ATFC melibatkan tenaga medis dan masyarakat secara bersamaan. Selain berperan melakukan pelayanan dan pemulihan gizi buruk, tenaga medis juga melakukan pembentukan kader gizi ATFC. Kader gizi dibentuk dengan anggotanya yaitu masyarakat yang diseleksi, dilatih, dan bersedia secara sukarela melanjutkan program. Keberlanjutan program juga diupayakan dengan koordinasi dan pemantauan oleh dinas kesehatan dan RSUD setempat. ATFC juga dibentuk atas dasar pertimbangan efisiensi dana, tenaga, dan waktu. Pasca KLB dibutuhkan respon cepat dan tepat. Sehingga sebagai ujung tombak pelayanan dan pemulihan gizi buruk A2TFC harus intensif bekerjasama dengan RSUD setempat terkaiat rujukan dan bimbingan.
Demikian diharapkan ATFC menjadi alternatif program yang efisien dan efektif pasca KLB Gizi Buruk dan Campak di Asmat. Dengan harapan meningkatnya taraf status gizi dan kesehatan masyarakat setempat. Serta tidak terulangnya musibah serupa di kemudian hari.
Sumber: Freepik Saat ini, prevalensi penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia seperti diabetes, penyakit jantung…
Source: Portal Informasi Indonesia Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program unggulan di…
Source: Freepik Bulan Ramadhan telah tiba, saatnya umat Muslim menjalankan ibadah puasa. Menahan lapar dan…
Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) edisi 2024 telah dirilis dengan berbagai pembaruan signifikan untuk…
Editor: Annisa Alifaradila Rachmayanti Intermittent Fasting (IF) merupakan salah satu metode diet yang menggunakan interval…
Konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) semakin meningkat, mulai dari berbagai macam teh hingga kopi…
View Comments