Responsive feeding berhubungan dengan ketertarikan anak untuk makan yang mempengaruhi asupan dari segi kualitas dan kuantitas sehingga dapat berimbas pada status gizi. Mari kita simak pada artikel berikut.
Tidak hanya pada apa yang dimakan oleh anak tetapi juga bagaimana, kapan, dimana, dan oleh siapa makanan diberikan.1 Anak harus diberikan makan dengan perlahan dan sabar, membujuk untuk makan, tapi tidak dengan paksaan. Responsive feeding adalah komponen dari memberi makan secara aktif yang menghasilkan pemberian makanan pendamping dengan perilaku aktif. Pemberian makan secara aktif yaitu ketika pengasuh menunjukkan kebiasaan positif selama bersama anak, ketika mendorong dan menanamkan ketertarikan pada anak selama waktu makannya. Contoh kebiasaan aktif yang positif adalah adanya percakapan mengenai makanan, kebiasaan memilih dan menunjukkan makanan yang sehat, bermain permaianan makanan dan mendorong secara verbal. Sebaliknya, kebiasaan negatif yaitu memaksa anak dengan tekanan dan kasar atau dikenal dengan nonResponsive feeding (NRF).2
Responsive feeding merupakan kemampuan pengasuh untuk memberi makan anak secara aktif dan responsif termasuk di dalamnya cara pemberian makan sesuai umur, memberikan contoh kebiasaan yang sehat, mendorong anak untuk makan, berespon terhadap nafsu makan yang kurang, memberi makan di lingkungan yang aman, dan menggunakan interaksi yang positif.2
Perilaku Responsive feeding termasuk dalam pedoman pemberian makan balita yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) yang berbunyi praktikkan pemberian makan yang responsif, dengan menerapkan prinsip-prinsip perawatan psikososial dimana pengasuh tanggap terhadap tanda-tanda apabila si anak lapar dan juga mendorong anak secara aktif untuk makan, dengan strategi secara umum sebagai berikut : 3,4
Baca : Baby Led Weaning vs Traditional Feeding : Mana yang Lebih Baik?
Pemberian makan secara responsive feeding dilakukan secara aktif pada :2
a. Obrolan dan kontak mata dengan anak selama waktu makan
b. Berkomunikasi secara jelas
c. Merespon sinyal lapar dan kenyang
d. Memberi makan bayi secara langsung atau mendampingi anak untuk makan sendiri
Orangtua, pengasuh dan anggota keluarga harus mencontohkan kebiasaan sehat dengan cara membuat makanan dengan bahan yang sehat. Makanan yang dihidangkan harus sehat, memiliki rasa, dan berkembang sesuai dengan usia. Selain itu, makanan juga sesuai usia baik dari segi porsi, tekstur, dan jenis bahan makanan.3
Menyiasati penolakan makanan dilakukan dengan cara mengkombinasikan bahan makanan, rasa dan tekstur berbeda serta memberikan berbagai macam metode dorongan. Peningkatan pemberian makan dilakukan pelan dan sabar, ketika membujuk dan memotivasi anak untuk makan serta jangan pernah memaksa anak untuk makan.2
Lingkungan yang dibutuhkan terkait pemberian makan responsive feeding :2
a. Lingkungan yang aman
b. Anak duduk dengan santai dan posisi yang nyaman
c. Anak berhadapan dengan anggota keluarga lain.
d. Meminimalisir gangguan.
e. Rutin sebagai hasil dari rancangan waktu makan, meliputi jadwal, dan makan sebaiknya di waktu dan tempat yang sama.
Ketika anak sakit :2
a. Memberi makan perlahan dan sabar
b. Memberi makanan lembut atau yang ditumbuk, terutama jika mengalami kesulitan menelan
c. Memberi makanan kesukaan
d. Memberi sedikit selingan terjadwal
e. Menyusui lebih sering dan lebih lama setiap memberi makan dan meningkatkan asupan cairan
Anak dalam masa pemulihan :
Lebih responsif dalam meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan jumlah makanan dengan menambahkan porsi atau selingan setiap hari dalam dua minggu, dan menawarkan lebih banyak makanan setiap waktu makan.
Ketika anak menolak makan :
a. Memberi pilihan makanan lain
b. Membuat bentuk makanan lebih menarik dihadapan anak
c. Berdialog atau menyanyi di depan anak
d. Memastikan anak tidak makan sendirian.
Nafsu makan anak menurun :
a. Memberi makan dengan pelan dan sabar
b. Memberi makanan kesukaan
c. Memberi ASI lebih sering
d. Menciptakan lebih banyak kesempatan makan
e. Mempersiapkan porsi yang lebih sedikit
Lebih lanjut : Mengatasi Anak Susah Makan Tanpa Stres
Responsive Feding dapat meningkatkan kemampuan self-feeding anak, respons terhadap bahasa ibu, meningkatkan kepekaan terhadap tanda rasa lapar dan kenyang.5 Penelitian lain menunjukkan perkembangan anak menjadi lebih baik termasuk kemampuan bahasa dan juga lebih pintar makan (mouthful eaten). Beberapa penelitian menganjurkan untuk memasukkan Responsive feeding ke dalam kebijakan program peningkatan gizi anak. Responsive feeding diharapkan mampu merangsang perkembangan oromotor, motorik umum, dan keterampilan makan hingga anak dapat berkembang sesuai dengan usianya.2
Responsive feeding juga memiliki dampak terhadap status gizi anak melalui peningkatan penerimaan anak terhadap makanan yang baik. Ini terlihat dari penelitan di negara-negara berkembang mengenai Responsive feeding dan kekurangan gizi yang membuktikan bahwa interaksi secara verbal antara ibu dan anak dapat meningkatkan penerimaan anak terhadap makanan.6 Diketahui bahwa responsive feeding memiliki dampak pada anak dalam ketertarikan terhadap makanan dan pengalaman mengenai makanan.7
Selain itu, Responsive Feeding berhubungan dengan pemberian makan baik kuantitas maupun kualitas, kesatuan dari kebiasaan memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dari mulai persiapan, penyajian, pemberian sesuai usia, responsif terhadap tanda rasa lapar dan kenyang, hingga keamanannya. Oleh karena itu, pemberian makan responsif yang tidak lengkap tergambarkan dalam kerangka penyebab stunting.8 Hal ini sejalan dengan studi bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap responsive feeding dengan kejadian stunting pada baduta usia 6-24 bulan. Ibu dengan pengetahuan RF rendah berisiko 10,2 kali lebih besar memiliki anak stunting dibandingkan dengan ibu berpengetahuan cukup.9
Baca Artikel : Penurunan Stunting Melalui 1000 HPK
Sumber: Freepik Saat ini, prevalensi penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia seperti diabetes, penyakit jantung…
Source: Portal Informasi Indonesia Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program unggulan di…
Source: Freepik Bulan Ramadhan telah tiba, saatnya umat Muslim menjalankan ibadah puasa. Menahan lapar dan…
Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) edisi 2024 telah dirilis dengan berbagai pembaruan signifikan untuk…
Editor: Annisa Alifaradila Rachmayanti Intermittent Fasting (IF) merupakan salah satu metode diet yang menggunakan interval…
Konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) semakin meningkat, mulai dari berbagai macam teh hingga kopi…