Menjaga berat badan terkontrol merupakan idaman semua orang termasuk kaum pria. Namun, sebagian besar pria mendeskripsikan tubuh yang ideal adalah berotot, meliputi otot perut yang menonjol jelas, bahu lebar, dan dada besar. Pria cenderung mengarah kepada peningkatan aktivitas fisik untuk membentuk otot dengan latihan angkat beban. Usaha-usaha untuk memperbaiki bentuk tubuh muncul karena pria merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya (body dissatisfaction). Ketidakpuasan pria pada citra tubuhnya sendiri dikaitkan dengan terjadinya Body Dysmorphic Disorder (BDD), termasuk di dalamnya adalah Muscle Dysmorphia (MD).
Cek apakah Anda mempunyai gangguan muscle dysmorphia?
Subjek dinyatakan MD apabila skor ≥ 42, dan dinyatakan Non-MD apabila < 42.2 Semakin tinggi skor DMS maka seseorang semakin dinyatakan memiliki citra tubuh negatif. Muscle Dysmorphic Disorder Inventory (MDDI) cenderung mengukur variabel terkait (mis., kendala diet dan perlindungan tubuh).3
Muscle Dysmorphia (MD) adalah gangguan citra tubuh di mana individu dengan massa otot di atas rata-rata menganggap diri mereka kekurangan massa otot yang signifikan. Kejadian MD menjadi masalah terutama pada laki-laki dengan latihan ketahanan. Gejala utama MD adalah olahraga berlebihan, dengan gangguan makan sebagai gejala sekunder. Individu dengan MD percaya bahwa mereka memiliki massa tubuh yang tidak memadai dan melakukan latihan ketahanan beberapa kali setiap minggu, bahkan beberapa kali per hari untuk mencapai bentuk tubuh dan masa otot yang sesuai.3
Muscle dysmorphia dapat diketahui dengan menggunakan beberapa pengukuran, yaitu pengukuran citra tubuh dan pengukuran MD yang dibagi menjadi pengukuran siluet tubuh, pengukuran menggunakan skala likert, wawancara semi-struktur dan pengukuran melalui angket. Adapun instrumen yang sering digunakan untuk mengetahui MD adalah Muscle Dismorphia Disorder Inventory (MDDI), maupun Drive for Muscularity (DMS). DMS berisi 15 pernyataan mengenai penilaian terhadap otot tubuh yang diukur dengan rentang nilai 1-4 (1 tidak pernah, 2 kadang-kadang, 3 sering, dan 4 selalu). DMS dipilih karena dapat mengukur secara spesifik variabel – variabel dari MD serta memiliki konsistensi dan validitas yang tinggi pada subjek (α-Cronbach’s 0,85-0,91). Semakin tinggi skor DMS maka seseorang semakin dinyatakan memiliki citra tubuh negatif. Muscle Dysmorphic Disorder Inventory (MDDI) cenderung mengukur variabel terkait (mis., kendala diet dan perlindungan tubuh).4
Adapun kriteria diagnostik yang digunakan saat ini untuk muscle dysmorphia mencakup setidaknya dua hal berikut 3 :
Salah satu perbedaan utama antara individu dengan anoreksia dan MD adalah penggunaan alat bantu ergogenik untuk mencapai tujuan meningkatkan masa otot. Penelitian telah menunjukkan bahwa hingga 90% pria dengan MD telah menggunakan beberapa bentuk zat ergogenik, termasuk steroid.6 Masalah utama MD berkaitan dengan olahraga berlebihan dengan penekanan sekunder pada makanan. Hal ini berbeda dengan gangguan makan, seperti anoreksia dan bulimia, yang memiliki masalah utama hanya pada perilaku makan.4
Karakteristik makan yang utama dari seseorang dengan muscle dysmorphia adalah diet hiperprotein dan hipolipid dengan konsumsi suplemen makanan untuk meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh yang mencerminkan masalah kesehatan masyarakat yang serius.5
Praktik pemberian makan yang tidak memadai pada pria MD memengaruhi hasil latihan atlet, begitupun penggunaan suplemen makanan dan penyalahgunaan anabolik steroid yang dikaitkan dengan frekuensi gangguan yang lebih tinggi dan kurangnya makanan yang memadai terkait dengan memburuknya psikopatologi dan gangguan tubuh. Individu yang mengonsumsi anabolik steroid mengalami perubahan pola makan sehingga diet seimbang terdistorsi, karena makanan dan zat gizi mikro digantikan oleh suplemen ergogenik.6
Risiko konsumsi suplemen makanan secara sembarangan, atau dalam kombinasi dengan zat lain dapat merangsang sistem saraf pusat meliputi : peningkatan tekanan darah dan detak jantung, kecenderungan aritmia jantung, kejang jantung, dan iskemia miokard pada orang yang rentan. Gejala lain termasuk gangguan tidur, tremor, agitasi, kurangnya koordinasi dan ketergantungan psikologis. Kombinasi dari diet yang tidak seimbang, seperti penggunaan makanan tambahan, terutama asam amino, dan kecenderungan pengembangan MD, menyebabkan distorsi bentuk tubuh individu itu sendiri.7
Latihan kekuatan sering dilakukan dengan jumlah pengulangan yang tinggi, dikombinasikan dengan olahraga kontinyu intensitas sedang dengan volume tinggi (60 hingga> 120 menit sehari) dalam keadaan puasa menunjukkan bahwa praktik ini dapat merusak adaptasi morfologis (kehilangan massa otot) dan menyebabkan beberapa efek yang merugikan.8 Kompleksitas latihan mempengaruhi terjadinya hipertrofi sehingga beberapa latihan secara bersama membutuhkan fase adaptasi saraf yang lebih lama jika dibandingkan dengan latihan sendi tunggal.9
Sumber: Freepik Saat ini, prevalensi penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia seperti diabetes, penyakit jantung…
Source: Portal Informasi Indonesia Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program unggulan di…
Source: Freepik Bulan Ramadhan telah tiba, saatnya umat Muslim menjalankan ibadah puasa. Menahan lapar dan…
Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) edisi 2024 telah dirilis dengan berbagai pembaruan signifikan untuk…
Editor: Annisa Alifaradila Rachmayanti Intermittent Fasting (IF) merupakan salah satu metode diet yang menggunakan interval…
Konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) semakin meningkat, mulai dari berbagai macam teh hingga kopi…