Sumber: https://link.springer.com/article/10.1007/s00125-023-05873-z/figures/1
Berapa kali kamu mendengar kalimat, “Yang penting defisit kalori, pasti turun berat badan”? Pada kenyataannya, pola makan manusia jauh lebih kompleks dari sekadar hitungan angka. Apa yang kita makan, kapan, di mana, bahkan bersama siapa, semuanya memengaruhi cara tubuh memproses makanan.
Inilah yang disebut sebagai kompleksitas diet, konsep yang menyoroti bahwa zat gizi bukan cuma tentang apa yang kita konsumsi, tapi juga mengapa dan bagaimana kita melakukannya.
Istilah kompleksitas diet diperkenalkan untuk menggambarkan bahwa perilaku makan manusia dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti biologis, psikologis, sosial, hingga lingkungan. Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Nita G. Forouhi dalam Diabetologia (2023), kompleksitas diet mencakup hubungan antara kualitas makanan, konteks sosial, faktor ekonomi, kebijakan pangan, hingga budaya makan yang membentuk pilihan seseorang terhadap makanan.1 Visualisasi dari kerangka tersebut bisa dilihat sebagai berikut:
Selain itu, setiap orang memiliki profil metabolisme yang unik, yang menentukan bagaimana tubuh mereka memproses zat gizi. Hal ini membuat pendekatan diet yang bersifat dipersonalisasi menjadi penting, karena tidak semua pola makan cocok untuk setiap individu.2
Baca Juga: Chrononutrition: Hubungan Waktu Makan dengan Metabolisme Tubuh
Lebih lanjut, interaksi antara berbagai zat gizi dalam makanan juga dapat menimbulkan efek yang tidak selalu linear terhadap kesehatan. Artinya, kelebihan atau kekurangan satu zat gizi bisa memengaruhi cara zat gizi lain bekerja di dalam tubuh. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa asupan zat gizi optimal sering kali berada pada tingkat menengah, bukan ekstrem.3 Ini menegaskan perlunya keseimbangan dan pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu.
Artinya, tidak ada satu pola makan yang bisa disebut “terbaik untuk semua orang”. Yang cocok untuk satu individu, belum tentu efektif bagi orang lain.
Ada banyak jenis diet yang beredar di dunia, mulai dari diet rendah karbohidrat (low-carb), diet rendah lemak (low-fat), pola makan Mediterania, hingga intermittent fasting. Namun, kalau kita hanya menilai dari sisi “mana yang paling cepat menurunkan berat badan”, kita sedang melewatkan konteks penting dari kompleksitas diet itu sendiri.
Setiap pola makan memiliki pendekatan dan tujuan yang berbeda, bergantung pada kebutuhan, kebiasaan, dan kondisi tubuh masing-masing individu. Oleh karena itu, penting memahami karakteristik dan prinsip utama dari tiap jenis diet, bukan sekadar meniru tren yang sedang populer. Berikut beberapa contoh pola makan yang paling sering dibahas dalam dunia gizi:
Baca Juga: Diet Intermittent Fasting (IF), Apakah Aman?
Perlu diingat bahwa, yang membedakan keberhasilan diet bukan hanya jenisnya, tapi tingkat kepatuhan dan keberlanjutan jangka panjangnya.
Tubuh manusia unik. Faktor genetik, lingkungan, hormon, hingga gaya hidup menentukan cara tubuh merespons makanan.
Selain itu, faktor eksternal seperti harga bahan pangan, ketersediaan makanan sehat, hingga tekanan sosial juga memengaruhi pilihan diet seseorang.
Forouhi (2023) menekankan bahwa diet harus dilihat secara holistik, mencakup:
Dengan memahami aspek-aspek tersebut, kita bisa melihat bahwa tidak ada satu pola makan yang cocok untuk semua orang. Setiap jenis diet memiliki nilai dan tantangannya masing-masing, tergantung pada kebutuhan, kebiasaan, serta konteks kehidupan seseorang.
Tren diet akan datang dan pergi, tapi prinsip dasarnya tetap sama, yakni tubuh membutuhkan keseimbangan energi dan gizi yang tepat. Pola makan yang sehat tidak selalu berarti mengikuti tren terbaru, tapi menemukan ritme makan yang selaras dengan kebutuhan tubuh dan kehidupan sehari-hari.
Daripada mencari diet paling cepat, lebih baik mulai dari kebiasaan kecil, seperti:
Kompleksitas diet menunjukkan bahwa perjalanan menuju tubuh sehat bukan soal larangan dan batasan, tapi soal pemahaman dan keseimbangan. Tidak ada diet yang sempurna, tapi ada pola makan yang paling cocok untuk kamu.
Yuk, mulai pahami tubuhmu sebelum memilih pola makan tertentu. Semakin kamu mengenal kompleksitas diet, maka semakin mudah pula kamu menemukan cara makan yang sehat, realistis, dan berkelanjutan.
Cokelat sering dianggap sebagai camilan manis yang bikin bahagia. Tapi, siapa sangka kalau di balik…
Rutinitas pagi sering membuat kita lupa, bahwa tubuh juga butuh perhatian. Segelas susu dan biskuit…
Pernah lihat video aesthetic dinner di TikTok yang berisi keju, biskuit, buah, dan segelas anggur…
Pernahkah kamu berpikir bahwa tidak semua bubur bayi instan yang beredar di pasaran memiliki kualitas…
Bagi pecinta kopi yang memiliki riwayat hipertensi atau tekanan darah tinggi, ada baiknya mulai memperhatikan…
Pernahkah kamu berpikir, bagaimana para ahli bisa tahu apakah pola makan masyarakat itu sehat atau…