Sarkopenia pada Lansia

Selamat Datang Sobat Gizi di Blog AhliGiziID. Kejadian sarkopenia banyak dialami oleh lansia. Bagaimana pengaturan asupan pada lansia sarkopenia? Mari kita simak pada artikel ini =)

Definisi

Sarkopenia adalah hilangnya massa otot terkait usia dan penurunan kekuatan otot; ini umum terjadi pada lanjut usia dan dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Terlepas dari prevalensinya, saat ini tidak ada definisi sarkopenia yang diadopsi secara universal. Selain pengukuran massa otot yang rendah, penelitian terbaru telah mengakui pentingnya kekuatan otot dan kinerja fisik. Penuaan menyebabkan perubahan komposisi tubuh, seperti peningkatan lemak viseral dan penurunan massa otot. Penelitian prospektif menunjukkan terjadinya penurunan massa otot sekitar 6% per dekade setelah setengah baya.​1​

Faktor Risiko

antara lain lingkungan, perubahan hormon, dampak penyakit, jalur inflamasi, dan abnormalitas mitokondria. Faktor lingkungan atau gaya hidup meliputi penurunan aktivitas fisik dan penurunan asupan makan. Kekurangan asupan makanan terutama pada lansia dapat berpengaruh pada massa dan kekuatan otot. Asupan makanan yang menurun dan tidak memenuhi kebutuhan energi akan berdampak pada penurunan berat badan termasuk penurunan massa otot.​2​ Lansia juga mengalami penurunan aktivitas fisik karena meningkatnya risiko penyakit kronis yang dapat menimbulkan nyeri dan kelemahan sehingga aktivitas pada lansia cenderung menurun. Penelitian Li et al menunjukkan aktivitas fisik yang lebih tinggi dapat meningkatkan massa otot dan menurunkan faktor inflamasi.​3​

Baca Artikel : Skrining Fungsi Kognitif pada Lansia

Identifikasi Sarkopenia

Penentuan sarkopenia dinilai dari beberapa indikator yaitu penilaian massa otot, kekuatan otot, dan performa fisik. Penilaian massa otot dilakukan menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Subjek berdiri tanpa alas kaki pada papan analisis dan menarik serta menggenggam alat pendeteksi dengan kedua tangan, lurus 90º dari tubuh. Massa otot yang diukur digunakan untuk menghitung indeks massa otot melalui perhitungan dari total massa otot dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2).  Cut-off points dari indeks massa otot berdasarkan rekomendasi The Asian Working Group for Sarcopenia (AWGS) yaitu < 8,87 kg/m2 untuk laki-laki dan < 6,42 kg/m2 untuk perempuan.​4,5​

Pengukuran kekuatan otot dilakukan dengan menggunakan dinamometer tangan dalam satuan kilogram. Pengukuran kekuatan otot dilakukan dengan posisi duduk dan siku tangan 90º. Kekuatan otot dikatakan menurun menurut rekomendasi AWGS apabila < 26 kg pada laki-laki dan < 18 kg untuk perempuan. Pengukuran performa fisik dilakukan dengan mengukur kecepatan berjalan dengan menghitung waktu subjek berjalan sejauh 6 meter. Dikatakan performa fisik menurun menurut rekomendasi AWGS apabila kecepatan berjalan ≤ 0,8 m/detik. Individu dapat dikategorikan sarkopenia apabila mengalami penurunan massa otot disertai dengan penurunan kekuatan otot atau performa fisik. ​4,5​

Pengaturan Makan pada Sarkopenia

Terdapat dua konsekuensi penurunan asupan makan pada lansia yang penting untuk massa dan kekuatan otot. Pertama, asupan energi yang lebih rendah, jika tidak diimbangi dengan tingkat pengeluaran energi yang lebih rendah, menyebabkan penurunan berat badan, termasuk hilangnya massa otot. Kedua, karena lansia mengonsumsi makanan dalam jumlah yang lebih sedikit, menjadi lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan gizinya — terutama zat gizi mikro. Oleh karena itu, lansia penting memiliki pola makan yang berkualitas dan memadai.​2​

Protein

dianggap sebagai zat gizi kunci pada lansia. Protein menyediakan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis protein otot, dan yang terpenting, asam amino yang diserap memiliki efek stimulasi pada sintesis protein otot setelah makan. Asupan protein yang direkomendasikan mungkin perlu ditingkatkan pada orang tua untuk menjaga keseimbangan nitrogen dan untuk melindungi mereka dari kehilangan otot sarkopenia.​2​

Vitamin D

Banyak literatur epidemiologi yang konsisten dengan kemungkinan adanya efek langsung vitamin D pada kekuatan otot. Studi pada lansia di NHANES III menunjukkan status vitamin D rendah (serum 25-hidroksivitamin D <15 ng/mL) dikaitkan dengan peningkatan 4x lipat risiko kelemahan otot. Dalam studi meta-analisis terkait suplementasi pada lansia, suplemen vitamin D (700-1000 IU per hari) mengurangi risiko penurunan sebesar 19%. Namun, bukti tidak selalu konsisten karena beberapa studi observasi tidak menemukan hubungan antara status vitamin D dan fungsi fisik, dan studi suplementasi tidak selalu menghasilkan peningkatan fungsi yang terukur.​6​

Asam Lemak Tak Jenuh

Omega 3 berpotensi menjadi agen anti-inflamsi. Ada beberapa bukti studi yang mendukung efek status omega 3 pada fungsi otot, karena kekuatan cengkeraman yang lebih tinggi ditemukan pada lansia yang mengonsumsi lebih banyak minyak ikan (sumber omega 3). Sejumlah penelitian pada pasien rheumatoid arthritis menunjukkan bahwa suplementasi dengan minyak ikan dapat meningkatkan kekuatan pegangan (grip strength).​2​

BACA : Osteoporosis dan Kalsium

Tips Sehat pada Lansia Sarkopenia

  • Pola makan sehat, konsumsi buah dan sayur, karbohidrat kompleks, dan minyak ikan, telah terbukti dikaitkan dengan kekuatan otot yang lebih besar pada lansia
  • Asupan protein cukup dari sumber hewani dan nabati seperti ikan, ayam tanpa lemak, telur, susu, tahu, tempe, kacang – kacangan
  • Cairan cukup 1,8 L/hari untuk usia >65 tahun dan 2,5 L/hari lansia <65 tahun
  • Latihan ketahanan terbukti efektif meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan fungsi fisik pada lansia

Referensi

  1. 1.
    Choi K. Sarcopenia and sarcopenic obesity. Korean J Intern Med. 2016;31(6):1054-1060. doi:10.3904/kjim.2016.193
  2. 2.
    Robinson S, Cooper C, Aihie Sayer A. Nutrition and Sarcopenia: A Review of the Evidence and Implications for Preventive Strategies. Journal of Aging Research. Published online 2012:1-6. doi:10.1155/2012/510801
  3. 3.
    Lee S, Tung H, Liu C, Chen L. Physical Activity and Sarcopenia in the Geriatric Population: A Systematic Review. J Am Med Dir Assoc. 2018;19(5):378-383. doi:10.1016/j.jamda.2018.02.003
  4. 4.
    Vitriana, Defi IR, et al. Prevalensi Sarkopenia pada Lansia di Komunitas (Community Dwelling) berdasarkan Dua Nilai Cut-off Parameter Diagnosis. mkb. Published online September 2016:164-170. doi:10.15395/mkb.v48n3.417
  5. 5.
    Fielding R, Vellas B, Evans W, et al. Sarcopenia: an undiagnosed condition in older adults. Current consensus definition: prevalence, etiology, and consequences. International working group on sarcopenia. J Am Med Dir Assoc. 2011;12(4):249-256. doi:10.1016/j.jamda.2011.01.003
  6. 6.
    Wilhelm-Leen ER, Hall YN, DeBoer IH, Chertow GM. Vitamin D deficiency and frailty in older Americans. Journal of Internal Medicine. Published online April 28, 2010:171-180. doi:10.1111/j.1365-2796.2010.02248.x

Ayu Rahadiyanti

Executive Editor Ahli Gizi ID | Lecturer | Writer

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *